Home Water Purifier

Solusi Air Bersih Untuk Kebutuhan Rumah Tangga

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Team HYDRO

Kami Siap Melayani Anda.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 24 Oktober 2010

Pengawasan Depot Air Minum Isi Ulang Diperketat

Mengonsumsi air minum isi ulang kini banyak dipilih warga kelas menengah ke bawah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain ekonomis, air minum isi ulang juga dinilai lebih praktis dan mudah diperoleh.

Namun demikian, masyarakat sebaiknya tidak sembarangan memilih depot air minum isi ulang. Karena diduga, banyak depot air minum yang kualitasnya tidak memenuhi syarat, sehingga dapat memicu risiko timbulnya penyakit.


Pakar Kesehatan Lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr. Budi Haryanto SKM, M.Kes, M.Sc menyatakan, depot air minum isi ulang di beberapa daerah terbukti tercemar. Hasil penelitian menunjukkan, pencemaran bakteri di beberapa depot air minum mengancam kesehatan masyarakat terutama kelompok yang sangat rentan seperti bayi dan anak-anak.

Menurut Budi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pernah melakukan sejumlah kajian terhadap kualitas depot air minum di beberapa daerah. Riset ini juga dikaitkan dengan risiko penyakit akibat pencemaran bakteri dalam hal ini diare.

"Hasil menunjukkan beberapa depot memang tercemar bakteri E.Coli. Penelitian pada tahun 2009 di Kecamatan Cimanggis Depok misalnya, tercatat 47 hingga 50 persen depot air minum isi ulang tercemar," ungkap Budi di sela-sela peluncuran salah satu produk pemurni air di Jakarta, Selasa (19/10/2010)..

Pencemaran bakteri tersebut, lanjutnya, memicu risiko kejadian diare pada bayi. Hasil riset di Cimanggis menunjukkan, bayi di daerah tersebut 2,4 kali lebih tinggi risikonya mengidap diare. Data riset lain pada 2007 di Tangerang juga menunjukkan, buruknya kualitas depot air minum isi ulang meningkatkan risiko diare pada bayi menjadi 2,9 kali lebih tinggi.

Budi bilang, pencemaran bakteri pada depot air minum isi ulang terjadi akibat buruknya kualitas pelayanan dan mutu depot, serta lemahnya pengawasan oleh pihak terkait. "Seharusnya pemerintah daerah melakukan inspeksi secara rutin untuk mengawasi kualitas mutu dan pelayanan air minum isi ulang," ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dalam mengonsumsi air minum isi ulang. Kalaupun sudah terlanjur mengonsumsi, ada upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk menekan pencemaran bakteri.

"Air isi ulang minimal dapat dilewatkan atau dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan dispenser, atau kalau perlu dimasak lagi," ungkap Budi.

Sumber: health.kompas.com

Jumat, 22 Oktober 2010

Kelangkaan Air Di Perkotaan

Sebagai kota besar yang langganan banjir, apalagi di musim penghujan, Pemprov DKI Jakarta telah mempersiapkan diri, antara lain dengan menuntaskan pembangunan Kanal Banjir Timur (KBT). Program ini merupakan salah satu bentuk strategi jangka panjang untuk meminimalisasi dampak bencana banjir yang ditimbulkan.

 
Pertanyaannya adalah kenapa program-program penanggulangan banjir lebih menonjol daripada penanganan kelangkaan sumber daya air? Padahal, ancaman bencana kelangkaan sumber daya air tidak kalah mengkhawatirkan bagi setiap masyarakat, khususnya yang tinggal di perkotaan. Eksploitasi besar-besaran air tanah misalnya, tidak hanya mengakibatkan terjadinya kelangkaan air, tetapi juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) terhadap permukaan air laut.

Jakarta dan Semarang, misalnya, merupakan contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah daripada permukaan laut sehingga kota ini senantiasa dihadapkan pada ancaman bencana banjir dan kelangkaan air. Hal ini diperparah dengan perubahan iklim.

Isu Kelangkaan Air

Berbeda dengan Indonesia yang terkesan ‘memarginalkan’ isu kelangkaan air karena lebih fokus pada penanganan banjir, masyarakat dunia senantiasa memperhatikan akan pentingnya isu kelangkaan air. Ini disebabkan jumlah penduduk dunia terus meningkat sementara stok sumber daya air semakin berkurang. Dengan tidak bermaksud menyalahkan negara-negara berkembang, tekanan paling berat terhadap sumber daya air akan terjadi di kelompok negara ini karena masih tingginya laju kelahiran yang diperkirakan 2,1% per tahun. Lebih khusus lagi, tekanan masyarakat di perkotaannya tidak kalah mengkhawatirkan karena laju pertumbuhan penduduknya mencapai 3,5% (Middleton).

Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan jumlah penduduk dan ketersediaan air akan menjadi babak baru konflik global pada abad ini. Mengingat sumber daya air tidak ada substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global terhadap kelangkaan air juga karena adanya prediksi Gardner-Outlaw and Engelman (1997) yang disitir PBB (2003), bahwa pada tahun 2050 diprediksikan 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih.

Sementara itu, dalam konteks Indonesia, meskipun cadangan airnya mencapai 2.530 km3/tahun yang termasuk dalam salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia, isu kelangkaan air harus menjadi perhatian, khususnya di wilayah perkotaan. Mengingat, pada musim kemarau terlihat sangat kontras bahwa kelangkaan air menjadi isu krusial.

Jakarta merupakan salah satu contoh kawasan perkotaan yang dihadapkan pada isu kelangkaan air. Tingginya pertumbuhan penduduk, termasuk di dalamnya tingkat urbanisasi, menuntut besarnya penyediaan air bersih. Namun hingga saat ini, diperkirakan PDAM DKI Jakarta baru menyuplai 50% air bersih untuk warganya.

Ironisnya, di tengah ancaman kelangkaan air tersebut, potensi air hujan di Jakarta yang mencapai 2.000 juta m3/tahun tidak teresap optimal karena hanya 26,6% yang teresap ke dalam tanah dan sisanya 73,4% terbuang sia-sia ke laut. Tentu saja, rendahnya resapan air di kawasan perkotaan pada umumnya dan di Jakarta khususnya, disebabkan pesatnya pembangunan yang tidak disertai dengan ketidakpatuhan berbagai pihak dalam menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan.

Kebijakan Pemerintah

Sebelum membicarakan apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi kelangkaan air bersih di perkotaan, sebaiknya kita menyoroti dua hal yang sangat penting yang menyebabkan kelangkaan air tersebut. Pertama, eksploitasi besar-besaran air tanah yang dilakukan oleh gedung-gedung perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan, apartemen, pengusaha laundry, dan bangunan lainnya. Kedua, pembangunan gedung-gedung yang tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah.

Kedua hal tersebut jelas mengganggu kelestarian air tanah yang sangat rentan. sebagaimana yang tertuang pada Pasal 37 ayat (1) UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang menyebutkan bahwa air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.

Dengan demikian, penyedotan air tanah di satu sisi dan terganggunya proses peresapan air hujan di sisi lain merupakan masalah klasik yang senantiasa akan dihadapi pemerintah dalam memberikan pelayanan penyediaan air bersih. Hal ini diperparah dengan lemahnya PDAM dalam menyalurkan air bersih sehingga penyedotan air tanah pun tidak terelakkan dalam rangka memenuhi kebutuhan air tersebut.

Kompleksitas permasalahan kelangkaan air harus menjadi perhatian serius pemerintah secara terintegrasi. Pengelolaan model lama yang dilakukan lembaga pemerintah secara parsial berdasarkan tugas pokok dan fungsi setiap lembaga terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan ini. Ke depan, selain harus terintegrasi antarlembaga pemerintah, penanganan sumber daya air juga harus melibatkan seluruh stakeholder, khususnya mereka yang menggunakan air tanah.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi penyebab kelangkaan air di perkotaan, di antaranya :

1. Pengaturan pemanfaatan air tanah yang disertai dengan pengawasan yang ketat

2. Pemberian surat IMB (izin mendirikan bangunan) harus disertai kewajiban penyediaan lahan terbuka

3. Kewajiban memperbaiki kualitas dan mengembalikan tata guna air sesuai pemanfaatan sebagaimana yang telah dimanfaatkan oleh setiap pengguna air

4. Setiap pengguna air harus diwajibkan membiayai pengadaan air bersih

5. Setiap bangunan harus diwajibkan membuat sumur resapan sehingga dapat meningkatkan cadangan air tanah.

Tampaknya pembangunan sumur resapan merupakan kebutuhan mendesak bagi segenap warga perkotaan. Hal ini karena setiap satu sumur resapan akan mampu meneruskan air hujan ke dalam tanah sebanyak 40 drum/tahun atau 8 m3/tahun (Waryono, 2002). Oleh karena itu, dalam konteks lokal Jakarta, optimalisasi penampungan air hujan di bawah tanah telah diatur Pemerintah DKI Jakarta melalui Perda No 68 Tahun 2003. Namun, potensi pemulihan air tanah secara buatan di Jakarta masih sangat rendah.

Terintegrasi

Ketersediaan air bersih merupakan kebutuhan mendesak bagi setiap individu manusia, terlebih yang tinggal di perkotaan yang dihadapkan pada ancaman kelangkaan air akibat ketidakseimbangan pembangunan. Namun, untuk mewujudkan kelestarian sumber daya air, diperlukan kebijakan yang terintegrasi, baik dari aspek stakeholder maupun pendekatan pengelolaan. Hal ini karena pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan pendayagunaan air permukaan sebagai langkah utama. Akankah ancaman bencana kelangkaan air menjadi perhatian serius pemerintah? Semoga.

Oleh Akhmad Solihin
Staf Peneliti PKSPL IPB dan Staf Pengajar FPIK IPB

Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/17/129778/68/11/Bencana-Kelangkaan-Air-di-Perkotaan